Teya Salat

Home || Back

Pusaka Dakwah Para Nabi

Pusaka Dakwah Para Nabi

Di zaman ini banyak bermunculan da'i-da'i bagaikan cendawan di musim hujan; mulai dari da'i yang berpendidikan agama sampai yang berlatang belakang artis dan pelawak. Petaka di atas petaka, kebanyakan diantara para da'i kita tidak mengenal dakwah para nabi dan rasul sehingga kita akan menyaksikan keanehan dan keajaiban dalam berdakwah. Ada yang memulai dakwahnya dengan politik dan adu kekuatan; ada yang memulai dakwahnya dengan kudeta dan revolusi berdarah. Lebih tragis lagi, mereka terkadang menghiasi dakwahnya dengan "suara lolongan setan" alias musik yang diharamkan dalam agama kita. Semuanya demi dakwah, atas nama dakwah. Betulkah dakwah yang haq demikian halnya?!
Semua fenomena dan realita tersebut memaksa dan mendesak kita untuk sedikit mempelajari dan mengkaji pusaka dakwah para nabi dan rasul agar dakwah kita benar dan meraih pahala dalam dakwah; bukan asal-asalan dalam berdakwah. Dakwah adalah pusaka yang telah diwariskan oleh para nabi (khususnya, Nabi kita -Shollallahu alaihi wa sallam-) kepada generasi mukmin sepeninggal mereka. Seorang muslim -apalagi da'i- amat perlu mengkaji metode dakwah mereka agar ia berada di atas petunjuk.
Pembaca yang budiman, coba dengarkan ayat ini dengan penuh perhatian, niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk. Allah -Ta'ala- berfirman menjelaskan jalan dan metode dakwah para nabi dan rasul,
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".
Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thobariy-rahimahullah-berkata saat mengomentari ayat ini, "Allah -Ta'ala Dzikruh-berfirman, "Katakanlah wahai Muhammad, "Inilah dakwahku yang kuajak menuju kepadanya, dan jalanku yang aku pijaki berupa dakwah menuju tauhidullah (mengesakan Allah dalam ibadah), dan mengikhlaskan ibadah hanya untuknya, tanpa untuk sembahan, dan berhalan lainnya, serta bermuara menuju ketaatan kepada-Nya, dan tidak mendurhakai-Nya. Jalanku dan dakwahku yang kuajak (manusia) kepada (penyembahan) Allah saja, tanpa ada sekutu bagi-Nya berdasarkan hujjah tentang hal itu, dan keyakinan yang bersumber dari ilmu dariku tentang hal itu. Aku mengajak kepadanya di atas hujjah (ilmu), dan juga orang-orang yang mengikutiku". [Lihat Jami' Al-Bayan fi Ta'wil Al-Qur'an (7/314-315), cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1412 H]
Jadi, dakwah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat beliau dimulai dengan tauhid. Di samping itu dakwah beliau didasari oleh ilmu dari Allah -Ta'ala-. Disinilah letak perbedaan antara dakwah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-dengan dakwah orang-orang jahil. Kalian lihat dakwah da'i-da'i pada umumnya tidak dimulai dengan tauhid dan prinsip agama. Tapi mereka mulai dengan perkara lain dengan dalih "tauhid bisa memecah umat", "tauhid membuat orang lari", dan dalih-dalih kosong lainnya. Tak heran jika semua partai politik "Islam" menjauhi perkara tauhid, dan malu atau takut membahasnya, sebab mereka beralasan, "Nanti umat lari", atau "orang tak akan nyoblos kita".
Selain itu, dakwah juga harus dilandasi dengan ilmu yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah sesuai pemahaman para sahabat. Karenanya, para ulama mencela sebagian kelompok dan kaum yang memiliki semangat dakwah, tapi dakwahnya tak dilandasi dengan ilmu syar'i. Mereka amat giat berdakwah kesana-kemari, tapi dakwahnya kosong dari tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah sehingga meraba-raba ibarat orang buta. Akhirnya, "ular disangka kayu bakar"; ia mengira bahwa ia telah mendapatkan jalan keluar dan memberikan solusi, tapi ternyata ia mendapatkan kecelakaan, dan kebinasaan. Bahkan ia membinasakan orang lain. Inilah yang disinyalir oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam sabdanya,
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ اِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا اِتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُسًا جُهَّالًا فُسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا
"Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan sekali mencabutnya dari manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mematikan para ulama' sehingga apabila Allah tidak menyisakan lagi seorang ulama'pun, maka manusiapun mengangkat pemimpin-pemimpin yang jahil. Mereka (para pemimpin itu) ditanyai, lalu merekapun memberikan fatwa tanpa ilmu. Akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (manusia)". [HR.Al-Bukhory dalam Kitab Al-Ilm (100), dan Muslim dalam Kitab Al-Ilm (2673)]
Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah-berkata ketika menjelaskan makna hadits di atas, "Hadits ini menjelaskan maksud tercabutnya ilmu dalam hadits-hadits lalu yang muthlaq (umum), bukan menghapusnya dari dada para penghafal (pemilik) ilmu itu. Akan tetapi maknanya, para pembawa ilmu itu (yakni para ulama) akan mati. Lalu manusia mengangkat orang-orang jahil (sebagai pemimpin dalam agama). Orang-orang jahil itu memutuskan perkara berdasarkan kejahilan-kejahilannya. Lantaran itu ia sesat, dan menyesatkan orang". [Lihat Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim ibn Al-Hajjaj(16/224), cet. Dar Ihya' At-Turots Al-Arabiy]
Alangkah banyaknya pemimpin dan ustadz-ustadz seperti ini. Mereka diangkat oleh manusia sebagai seorang da'i, ulama' dan ustadz. Padahal ia tidaklah pantas berdakwah, karena ia jahil. Lihatlah disana, manusia mengangkat seorang pelawak sebagai "da'i sejuta ummat".Padahal bisanya cuma tertawa dan menggelitik para pendengar. Adapun ceramahnya, maka kosong dari ilmu yang memberi bekas pada diri dan umat.
Disinilah hikmahnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-dalam mengutus para dai. Beliau tak mengutus para da'i, kecuali da'i itu adalah orang-orang yang memiliki ilmu agama, seperti Mu'adz bin Jabal, Ali bin Tholib, Abu Bakr, Abu Hurairah, Dihyah bin Kholifah Al-Kalbiy, dan Abdullah bin Mas'ud lainnya.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-bersabda saat mengutus Mu'adz bin Jabal menuju negeri Yaman,
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ, فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ -وَفِيْ رِوَايَةٍ: إِلَى أَنْ يُّوَحِّدُوْا اللهَ - فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ, فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ, فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli Kitab. Karenanya, perkara yang paling pertama engkau dakwahi (ajak) menuju kepadanya adalah persaksian bahwa tiada ilah (sembahan) yang haq, kecuali Allah -dalam riwayat lain: sampai mereka mengesakan Allah-. Jika mereka mentaatimu dalam perkara tersebut, maka beritahulah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas kalian sholat lima kali sehari-semalam. Jika mereka mentaatimu dalam perkara tersebut, maka beritahulah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas kalian zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka, lalu dikembalikan (diberikan) kepada orang-orang fakir diantara mereka. Jika mereka mentaatimu dalam perkara tersebut, maka waspadailah (jauhilah) harta mereka yang paling berharga. Waspadailah doanya orang yang terzholimi, karena tak ada lagi hijab (penghalang) antara doa mereka dengan Allah". [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Az-Zakah (1395), dan Muslim dalam Kitab Al-Iman (19)]
Al-Allamah Syaikh Abdur Rahman bin Hasan At-Tamimiy - rahimahullah-berkata dalam menuai faedah dari hadits ini, "Di dalamnya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa tauhidul ibadah (pemurnian ibadah hanya untuk Allah) adalah kewajiban yang paling utama, karena ia (tauhid) adalah asas agama, dan prinsip agama Islam". [Lihat Qurroh Uyun Al-Muwahhidin(hal. 37), cet. Dar Ash-Shumai'iy, 1420 H]
Al-Imam Abu Sulaiman Al-Khoththobiy-rahimahullah-juga berkata, "Dalam hadits ini terdapat faedah berupa ilmu bahwa Allah telah menyusun kewajiban-kewajiban syari'at. Allah mendahulukan masalah TAUHID, lalu kewajiban sholat pada waktunya masing-masing, dan menangguhkan zakat, karena zakat hanya wajib atas sekelompok manusia, tanpa yang lainnya". [Lihat A'lam Al-Hadits (1/721)]
Inilah rahasianya Allah -Ta'ala-mengutus para rasul kepada ummat manusia, agar mereka mengajak manusia hanya beribadah kepada Allah, tanpa selainnya. Bahkan selain-Nya harus dijauhi. Allah -Ta'ala-berfirman,
"Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu". Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)". (QS. An-Nahl: 36).
Al-Hafzih Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah-berkata saat mengomentari ayat ini, "Allah -Ta'ala-senantiasa mengutus rasul-rasul kepada umat manusia dengan membawa misi tersebut (yakni, misi tauhid) sejak munculnya syirik di kalangan anak cucu Adam, yaitu di kalangan kaumnya Nabi Nuh yang telah diutus kepada mereka Nuh. Beliau adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi sampai Allah menutup mereka dengan Muhammad -Shollallahu 'alaihi wasallam- yang dakwahnya meliputi jin dan manusia, baik di timur, maupun barat". [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/750)]
Jadi, para nabi dan rasul, semuanya mengajak agar kita men-tauhid-kan (mengesakan) Allah saat beribadah kepada-Nya. Artinya, seorang hanya beribadah kepada-Nya dengan mengamalkan amalan-amalan ketaatan, dan menjauhi maksiat, karena mencari pahala di sisi-Nya, dan karena takut siksaan-Nya.
Diantara amalan ketaatan dan ibadah yang tak boleh dipersembahkan kepada selain Allah, bahkan hanya untuk Allah adalah sholat, baca Al-Qur'an, puasa, berdo'a, meminta berkah (tabarruk), kesembuhan, meminta hajat, meminta perlindungan (isti'adzah), memohon pertolongan di kala susah (istighotsah), menyembelih hewan, bernadzar, dan lainnya. Semua amalan ini dikerjakan untuk Allah, karena mencari pahala dan ridho-Nya, bukan untuk selainnya !!!
Inti dakwah para nabi dan rasul adalah tauhidullah. Tak heran jika Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sampai mengutus tentara dan pasukan Islam untuk menyebarkan dakwah tauhid, inti dakwah agama Islam, agama para nabi dan rasul -alaihimush sholatu wassalam-.
Dari Sahl bin sa'd -radhiyallahu anhuma- Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهًُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ : لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَ يُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُوْلَهُ, يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ. فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوْكُوْنَ لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا, فَلَمَّا أَصْبَحُوْا غَدَوْا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّهُمْ يَرْجُوْ أَنْ يُعْطَاهَا, فَقَالَ : أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِيْ طَالِبٍ, فَقِيْلَ: هُوَ يَشْتَكِيْ عَيْنَيْهِ, فَأَرْسَلُوْا إِلَيْهِ فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ فِيْ عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ, فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ فَقَالَ : اُنْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ, ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ, وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ تَعَالَى فِيْهِ, فَوَاللهِ لأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ
"Bendera perang ini akan kuberikan besok kepada seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan ia dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan melalui tangannya". Akhirnya, orang-orang memperbincangkan hal pada malam itu (dalam keadaan bertanya-tanya), "Siapakah yang akan diberi bendera itu". Tatkala mereka berada di pagi hari, maka mereka menuju kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- sedang mereka mengharap diberi bendera tersebut. Kemudian beliau bersabda, "Mana Ali bin Abi Tholib?" Ada yang bolang, "Dia mengadukan matanya". Mereka pun mengutus orang kepada Ali, lalu Ali didatangkan. Kemudian Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-meludahi kedua mata Ali, dan mendoakannya kesembuhan. Akhirnya, Ali sembuh, seakan tak pernah ada penyakitnya. Beliaupun memberikan Ali bendera itu seraya bersabda, "Berjalanlah dengan pelan sampai kalian singgah pada negeri mereka, lalu dakwahilah mereka menuju Islam, dan kabarilah mereka tentang sesuatu yang wajib aras mereka berupa hak Allah -Ta'ala- pada dirinya. Demi Allah, Jika Allah memberikan hidayah melalui tanganmu, maka itu lebih baik bagimu dibandingkan dengan onta yang merah". [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Jihad (2942), dan Muslim dalam Kitab Fadho'il Ash-Shohabah (2406)]
Ali diperintahkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-untuk mengajak manusia kepada Islam. Nah, lantas apa inti dakwah Islam?! Tentunya adalah TAUHID. Jadi, apa yang diperintahkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-kepada Mu'adz, itulah yang beliau perintahkan juga kepada Ali bin Abi Tholib.
Pembaca yang budiman, inilah beberapa dalil yang menunjukkan kepada kita tentang keutamaan dan pentingnnya DAKWAH TAUHID, yaitu mengajak manusia untuk menyembah Allah saja, dan tidak menyekutukannya dengan siapapun diantara makhluk-Nya, baik itu malaikat, nabi, orang sholeh, pohon, sapi, dan lainnya. DAKWAH TAUHID adalah inti dakwah para nabi dan rasul, serta pengikut setia mereka. Inti dakwah mereka bukanlah mengajak manusia berpartai atau fanatik kepada organisasi atau kepada tanah air!!
Sumber : Buletin Jum'at At-Tauhid edisi 107 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te'ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa'izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa'izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma'had Tanwirus Sunnah -Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa'izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Posted on 28 Agustus 2009

Ads: