Home || Back

Bagaimana dan Dimana letak tangan saat berdiri dalam Shalat?

Bagaimana & Dimana
Kedua Tangan
Diletakkan Saat Berdiri
Dalam Shalat?
Dari Sahl bin Saad -radhiallahu
anhu- dia berkata:
كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ
يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى
عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي
الصَّلَاةِ
“Orang-orang diperintahkan agar
meletakkan tangan kanannya di
atas dzira’ kirinya di dalam
shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 740)
Dzira` adalah ujung jari tengah
sampai ke siku.
Dari Wail bin Hujr -radhiallahu
anhu-:
أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ
حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ
-وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ-
ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ ثُمَّ وَضَعَ
يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى.
فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ
يَدَيْهِ مِنْ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا,
ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ. فَلَمَّا قَالَ:
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, رَفَعَ
يَدَيْهِ. فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ
كَفَّيْهِ
“Bahwasanya dia melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam
mengangkat kedua tangannya
ketika mulai shalat sambil
bertakbir -Hammam
menggambarkannya, “Kedua
tangannya diangkat hingga
sejajar kedua telinganya-,
kemudian beliau memasukkan
semua tubuh beliau ke dalam
pakaian beliau, kemudian
meletakkan tangan kanannya di
atas tangan kirinya. Ketika
beliau ingin ruku’ maka beliau
mengeluarkan kedua tangannya
dari bajunya kemudian
mengangkat keduanya, kemudian
bertakbir, lalu ruku’. Tatkala
beliau mengucapkan,
“SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH,”
beliau mengangkat kedua
tangannya. Tatkala beliau sujud,
maka beliau bersujud di antara
kedua telapak tangannya.” (HR.
Muslim no. 401)
Dari Abdullah bin Mas’ud -
radhiallahu anhu-:
أَنَّهُ كَانَ يُصَلِّي فَوَضَعَ يَدَهُ
الْيُسْرَى عَلَى الْيُمْنَى
فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَدَهُ
الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى
“Bahwa dia pernah shalat
dengan meletakkan tangan
kirinya di atas tangan kanannya.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melihatnya, lalu beliau
meletakkan tangan kanannya di
atas tangan kirinya.” (HR. Abu
Daud no. 755 dan dinyatakan
shahih oleh Al-Albani dalam
Shifatush Shalah hal. 87)
Penjelasan Fiqhiah:
Meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri di dalam shalat
termasuk dari sunnah-sunnah
yang disyariatkan oleh Rasulullah
, sebagaimana dalam ketiga
hadits di atas dan hadits-hadits
lain yang semakna dengannya.
Kaifiat ini merupakan bentuk
penghinaan dan perendahan diri
kepada Allah yang sesuai dengan
keadaan orang yang berdiri di
hadapan Rabbnya -Tabaraka wa
Ta’ala-. Kaifiat seperti ini juga
bisa membantu seseorang untuk
khusyu’ dan menghadirkan
hatinya ketika sedang shalat.
Cara meletakkan tangan kanan
di atas tangan kiri ada 3 cara:
1. Meletakkan dzira’ tangan
kanan di atas tangan kiri,
sebagaimana dalam hadits Sahl di
atas.
2. Meletakkan telapak tangan
kanan di atas telapak tangan
kiri, berdasarkan hadits Wail dan
Ibnu Mas’ud di atas. Dimana kata
يد (yadun) diitlakkan untuk
telapak tangan.
3. Meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri, mulai dari
punggung telapak tangan kiri
hingga menutupi pergelangan
tangan kirinya. Ini berdasarkan
hadits Wail dia berkata:
ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى
ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَالرُّسْغِ
وَالسَّاعِدِ
“Kemudian beliau meletakkan
tangan kanannya di atas
punggung telapak tangan kirinya
dan pergelangan tangan kirinya.”
(HR. Abu Daud no. 624 dan An-
Nasai no. 879)
Adapun masalah: Dimana kedua
tangan ini diletakkan? Maka ada
enam pendapat di kalangan para
ulama dalam masalah ini. Berikut
pembahasannya kami nukilkan
dari tulisan Ust. Mustamin -
hafizhahullah- (Pembina ponpes
As-Sunnah Makassar) yang
pernah dimuat dalam majalah
An-Nashihah:
[[Telah tetap tuntunan Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa
sallam dalam hadits-hadits yang
sangat banyak bahwa pada saat
berdiri dalam sholat, tangan
kanan diletakkan di atas tangan
kiri dan ini merupakan pendapat
jumhur tabi’in dan kebanyakan
ahli fiqhi bahkan Imam At-
Tirmidzy berkata: ”Dan amalan di
atas ini adalah amalan di
kalangan para ulama dari para
shahabat, tabi’in, dan orang-
orang setelah mereka…”. Lihat
Sunannya 2/32.
Akan tetapi ada perbedaan
pendapat tentang tempat
meletakkan kedua tangan ini
(posisi ketika tangan kanan di
atas tangan kiri) di kalangan
para ‘ulama dan inilah yang
menjadi pembahasan untuk
menjawab pertanyaan di atas.
Berikut ini pendapat-pendapat
para ulama dalam masalah ini,
diringkas dari buku La Jadida fi
Ahkam Ash-Sholah karya Syaikh
Bakr bin Abdillah Abu Zaid
Pendapat Pertama:
Meletakkan kedua tangan pada
an-nahr, dan an-nahr berarti
anggota badan di atas dada di
bawah leher. Seekor onta yang
akan disembelih, maka disembelih
pada nahrnya dengan cara
ditusukkan ujung pisau, itulah
sebabnya hari ke-10 Dzulhijjah
yaitu Hari Raya ‘Idul Adha
(Qurban) disebut juga
yaumunnahr – Hari An-Nahr
(artinya : hari penyembelihan).
Pendapat Kedua:
Meletakkan kedua tangan di
atas dada. Dan ini adalah
pendapat Al-Imam Asy-Syafi’iy
pada salah satu riwayat darinya,
dan ini merupakan amalan Ishaq
bin Rahawaih dan juga
merupakan pendapat yang dipilih
oleh Ibnul Qoyyim Al-Jauzy dan
Asy-Syaukany dan pendapat ini
dikuatkan oleh Syaikh Al-Albany
dalam kitab Ahkamul Jana`iz dan
Sifat Sholat Nabi.
Pendapat Ketiga:
Antara dada dan pusar
(lambung / perut). Pendapat ini
adalah sebuah riwayat pada
madzhab Malik, Asy-Syafi’i dan
Ahmad, sebagaimana disebutkan
oleh Al-Imam Asy-Syaukany
dalam Nailul Authar. Pendapat ini
dikuatkan oleh Al-Imam Nawawy
dalam Madzhab Asy-Syafi’i dan
merupakan pendapat Sa’id bin
Jubair dan Daud Azh-Zhohiry
sebagaimana disebutkan oleh Al-
Imam An-Nawawy di dalam Al-
Majmu’ (3/313).
Pendapat Keempat:
Di atas Pusar. Pendapat ini
merupakan salah satu riwayat
dari Imam Ahmad dan dinukil dari
Ali bin Abi Tholib dan Sa’id bin
Jubair.
Pendapat Kelima:
Di bawah pusar. Ini adalah
pendapat madzhab Al-Hanafiyah
bagi laki-laki, Asy-Syafi’iy dalam
sebuah riwayat, Ahmad, Ats-
Tsaury dan Ishak
Pendapat Keenam:
Bebas diletakkan dimana saja; di
atas pusar, dibawahnya atau di
atas dada.
Imam Ahmad ditanya : “Dimana
seseorang meletakkan
tangannya apabila ia sholat ?,
beliau bekata : “Di atas pusar
atau di bawah”. Semua itu ada
keluasan menurut Imam Ahmad
diletakkan di atas pusar,
sebelumnya atau dibawahnya.
Lihat Bada`i’ul Fawa`id 3/91
karya Ibnul Qoyyim.
Dan berkata Imam Ibnul Mundzir
sebagaimana dalam Nailul
Author : “Tidak ada sesuatupun
yang tsabit (baca : Shohih) dari
Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi
wasallam, maka ia diberi pilihan”.
Dan perkataan Ibnul Qoyyim
serupa dengannya sebagaimana
yang dinukil dalam Hasyiah Ar-
Raudh Al-Murbi’ (2/21).
Dan pendapat ini merupakan
pendapat para ‘ulama di
kalangan shahabat, tabi’in dan
setelahnya. Demikian dinukil oleh
Imam At-Tirmidzy.
Dan Ibnu Qosim dalam Hasyiah
Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21)
menisbahkan pendapat ini
kepada Imam Malik.
Dan pendapat ini yang dikuatkan
oleh Syaikh Al-‘Allamah Al-
Muhaddits Muqbil bin Hady Al-
Wadi’i rahimahullah karena tidak
ada hadits yang shohih tentang
penempatan tangan kanan di
atas tangan kiri dalam sholat.
Dalil-dalil setiap pendapat dan
pembahasannya:
Dalil pendapat
pertama:
Dalil yang dipakai oleh pendapat
ini adalah atsar yang
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhu tentang tafsir
firman Allah Ta’ala :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkorbanlah”. (QS.
Al-Kautsar : 2)
beliau berkata (menafsirkan ayat
diatas –pent.) :
وَضْعُ الْيَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ
فِي الصَّلاَةِ عِنْدَ النَّحْرِ
“Meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri dalam sholat
pada an-nahr”. Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqy 2/31.
Pembahasan:
Riwayat ini lemah karena pada
sanadnya terdapat Ruh bin Al-
Musayyab Al-Kalby Al-Bashry
yang dikatakan oleh Ibnu Hibban
bahwa ia meriwayatkan hadits-
hadits palsu dan tidak halal
meriwayatkan hadits darinya.
Lihat Al-Jauhar An-Naqy.
Dalil Pendapat Kedua:
1. Dalil pertama, Hadits Qobishoh
bin Hulb Ath-Tho’iy dari
bapaknya Hulb radhiallahu ‘anhu
dia berkata :
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ
يَضَعُ هَذِهِ عَلَى هَذِهِ عَلَى
صَدْرِهِ وَوَصَفَ يَحْيَى
الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى
فَوْقَ الْمِفْصَلِ
“Saya melihat Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa alihi
wasallam meletakkan ini atas
yang ini, di atas dadanya -dan
yahya (salah seorang perawi –
pent.) mencontohkan kanan di
atas pergelangan kiri-”.
Pembahasan :
1. Hadits ini dikeluarkan oleh Al-
Imam Ahmad dalam Musnadnya
(5/226) dan Ibnul Jauzy dalam
At-Tahqiq no. 434 (dan lafazh
hadits baginya) dari jalan Yahya
bin Sa’id Al-Qoththon dari Sufyan
Ats-Tsaury dari Simak bin Harb
dari Qobishoh bin Hulb.
2. Hadits ini diriwayatkan dari
Hulb Ath-Tho’iy oleh anaknya
Qobishoh dan dari Qobishoh
hanya oleh Simak bin Harb
selanjutnya dari Simak bin Harb
diriwayatkan oleh 6 orang,
yaitu :
1. Sufyan Ats-Tsaury, akan
disebutkan takhrijnya.
2. Abul Ahwash, diriwayatkan
oleh At-Tirmidzy no. 252, Ibnu
Majah no. 809, Ahmad 5/227,
‘Abdullah bin Ahmad dalam
Zawa`id Al-Musnad 5/227, Ath-
Thobrony 22/165/424, Al-
Baghawy 3/31 dan Ibnul Jauzy
dalam At-Tahqiq.
3. Syu’bah bin Al-Hajjaj,
diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim
dalam Al-Ahad wal Matsany no.
2495 dan Ath-Thobarany
22/163/416.
4. Syarik bin ‘Abdillah,
diriwayatkan oleh Ahmad 5/226,
Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al-Ahad
wal Matsany no. 2493, Ibnu Qoni’
dalam Mu’jam Ash-Shohabah
3/198, Ath-Thobarony 22/16/426
dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-
Tamhid 20/73
5. Asbath bin Nashr,
diriwayatkan oleh Ath-Thobarany
22/165/422.
6. Hafsh bin Jami’, diriwayatkan
oleh Ath-Thobarany 22/165/423.
7. Za`idah bin Qudamah,
diriwayatkan oleh Ibnu Qoni’
dalam Mu’jam Ash-Shohabah
3/198.
Dari ketujuh orang ini tidak ada
yang meriwayatkan lafazh :
“meletakkan ini atas yang ini, di
atas dadanya” kecuali riwayat
Yahya bin Sa’id Al-Qoththon dari
Sufyan Ats-Tsaury, yang
dikeluarkan oleh Imam Ahmad :
5/226 dan Ibnul Jauzy dalam At-
Tahqiq no. 434.
Dan Yahya bin Sa’id Al-Qoththon
bersendirian dalam meriwayatkan
lafazh tersebut dan menyelisihi 5
rowi tsiqoh lainnya dari Sufyan
Ats-Tsaury, dimana ke-5 orang
tersebut meriwayatkan hadits ini
tanpa tambahan lafazh :
“Meletakkannya di atas dada”.
Dan ke-5 rowi tersebut adalah :
1. Waki’ bin Jarrah diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah
1/342/3934, Ahmad 5/226, 227,
Ibnu Abi ‘Ashim no. 2494, Ad-
Daraquthny 1/285, Al-Baihaqy
2/29, Al-Baghawy 3/32 dan Ibnu
‘Abdil Barr dalam AT-Tamhid
20/74.
2. ‘Abdurrahman bin Mahdy
diriwayatkan oleh Ad-Daraquthny
1/285.
3. ‘Abdurrazzaq dalam Al-
Mushonnaf 2/240/3207 dan dari
jalannya Ath-Thobarany
22/163/415
4. Muhammad bin Katsir
diriwayatkan oleh Ath-Thobarany
22/165/421.
5. Al-Husain bin Hafsh
diriwayatkan oleh Al-Baihaqy
2/295.
3. Hadits Qobishoh adalah hadits
yang hasan dari seluruh jalan-
jalannya. Dihasankan oleh At-
Tirmidzy : 2/32 dan diakui
kehasanannya oleh An-Nawawy
di dalam Al-Majmu’ : 2/312.
Sebab hasannya adalah karena
Qobishoh bin Hulb, meskipun
mendapatkan tautsiq dari
sebagian ulama, tetapi tidak ada
yang meriwayatkan darinya
kecuali Simak bin Harab. Berkata
Ibnu Hajar di dalam At-Taqrib :
“Maqbul”, yang artinya
riwayatnya bisa diterima kalau
ada pendukungnya, kalau tidak
ada maka riwayatnya lemah.
4. Riwayat yang hasan tersebut
adalah tanpa tambahan lafazh :
“Meletakkan tangannya di atas
dada”.
Kesimpulan : Jadi jelaslah bahwa
Yahya bin Sa’id bersendirian
dalam meriwayatkan lafazh :
“meletakkan ini atas yang ini, di
atas dadanya”, dan menyelisihi 6
orang lainnya dari Sufyan Ats-
Tsaury dan menyelisihi Ashab
(baca: murid-murid) Simak bin
Harb yang lainnya seperti :
Za`idah bin Qudamah, Syu’bah,
Abul Ahwash, Asbath bin Nashr,
Syarik bin ‘Abdillah dan Hafsh bin
Jami’. Maka jelaslah bahwa
riwayat tersebut terdapat
kesalahan sehingga riwayat
tersebut dihukumi sebagai
riwayat yang Syadz (ganjil) atau
Mudraj. Tapi kami tidak bisa
menentukan dari mana asal
kesalahan ini dan kepada siapa
ditumpukan. Wallahu A’lam.
2. Dalil Kedua, Hadits Wa`il bin
Hujr radhiallahu ‘anhu dia
berkata :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى
عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى عَلَى
صَدْرِهِ
“Saya sholat bersama Rasulullah
Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan
beliau meletakkan tangan
kanannya atas tangan kirinya di
atas dadanya”.
Pembahasan Hadits :
1. Hadits ini dikeluarkan oleh
Imam Ibnu Khuzaimah di dalam
Shohihnya 1/243 no. 479 dari
jalan Abu Musa (Al-‘Anazy) dari
Mu`ammal (bin Isma’il) dari Sufyan
Ats-Tsaury dari ‘Ashim bin Kulaib
dari bapaknya dari Wa`il bin Hujr
radhiallahu ‘anhu.
2. Riwayat ini adalah riwayat
yang syadz atau mungkar
karena Mu`ammal bin Isma’il
meriwayatkannya dengan
tambahan lafazh : “di atas
dada”, dan dia menyelisihi 2
orang lainnya yang
meriwayatkan dari Sufyan yaitu :
1. ‘Abdullah bin Al-Walid
(diriwayatkan oleh Imam Ahmad
4/318)
2. Muhammad bin Yusuf Al-
Firiyaby (Al-Mu’jamul Kabir/Ath-
Thobarony no. 78).
Dan juga meyelisihi 10 orang
yang meriwayatkan dari ‘Ashim
bin Kulaib, kesepuluh orang
tersebut adalah :
1. Bisyr bin Al-Mufadhdhol,
diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
1/456 no. 726, 1/578 no. 957
dari jalan Musaddad darinya
(Bisyr bin Al-Mufadhdhol) dan
An-Nasa`i 3/35 hadits no. 1265
dari jalan Isma’il bin Mas’ud
darinya.
2. ‘Abdullah bin Idris,
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di
dalam Shohihnya (Al-Ihsan 3/308/
hadits no. 1936) dari jalan
Muhammad bin ‘Umar bin Yusuf
dari Sallam bin Junadah darinya
(‘Abdullah bin Idris).
3. ‘Abdul Wahid bin Ziyad,
diriwayatkan oleh Ahmad 4/316
dari jalan Yunus bin Muhammad
darinya, Al-Baihaqy 2/72 dari
jalan Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad
bin ‘Abdan dari Ahmad bin ‘Ubeid
Ash-Shoffar dari ‘Utsman bin
‘Umar Adh-Dhobby dari
Musaddad darinya.
4. Zuhair bin Mu’awiyah
diriwayatkan oleh Ahmad 4/318
dari jalan Aswad bin ‘Amir
darinya dan Ath-Thobarany di
dalam Al-Mu’jamul Kabir 22/26/84
dari jalan ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz dari
Abu Ghossan Malik bin Isma’il
darinya.
5. Kholid bin Abdullah Ath-
Thohhan, diriwayatkan oleh Al
Baihaqy 2/131 dari 2 jalan yaitu
dari jalan Abu Sa’id Muhammad
bin Ya’qub Ats-Tsaqofy dari
Muhammad bin Ayyub dari
Musaddad darinya, dan dari jalan
Abu ‘Abdillah Al-Hafizh dari ‘Ali
bin Himsyadz dari Muhammad bin
Ayyub dan seterusnya seperti
jalan di atas.
6. Sallam bin Sulaim Abul Ahwash,
diriwayatkan oleh : Abu Daud
Ath-Thoyalisy di dalam
Musnadnya hal 137/hadits 1060
darinya dan Ath-Thobrany (Al-
Mu’jamul Kabir 22/34/80) dari
jalan Al-Miqdam bin Daud dari
Asad bin Musa darinya.
7. Abu ‘Awanah, diriwayatkan
oleh Ath-Thobarany dalam Al-
Mu’jamul Kabir 22/34/90 dari 2
jalan ; Dari jalan ‘Ali bin ‘Abdil
‘Aziz dari Hajjaj bin Minhal
darinya, dan dari jalan Al-Miqdam
bin Daud dari Asad bin Musa
darinya.
8. Qois Ar-Robi’, diriwayatkan
oleh Ath-Thobarany dalam kitab
Al-Mu’jamul Kabir 22/34/79 dari
jalan Al-Miqdam bin Daud dari
Asad bin Musa darinya.
9. Ghailan bin Jami’, diriwayatkan
oleh Ath-Thobarany : 22/34/88
dari jalan Al-Hasan bin ‘Alil
Al-‘Anazy dan Muhammad bin
Yahya bin Mandah Al-Ashbahany
dari Abu Kuraib dari Yahya bin
Ya’la dari ayahnya darinya.
10. Zaidah bin Qudamah,
diriwayatkan oleh Ahmad 4/318
dari jalan ‘Abdushshomad
darinya.
3. Mu`ammal bin Isma’il sendiri
adalah rowi yang dicela
hafalannya. Berkata Al-Hafizh
Ibnu Hajar dalam Taqribut
Tahdzib memberikan kesimpulan :
“Shoduqun Sayyi`ul Hifzh”
sementara dia sendiri telah
menyelisihi ‘Abdul Wahid dan
Muhammad bin Yusuf Al-Firiyaby
pada periwayatannya dari
Sufyan Ats-Tsaury serta
menyelisihi 10 orang rowi dari
‘Ashim bin Kulaib lainnya yang
sebagian besarnya adalah tsiqoh
dan semuanya tidak ada yang
meriwayatkan lafazh : “pada
dadanya”.
4. Ada jalan lain bagi hadits Wa`il
bin Hujr ini yaitu diriwayatkan
oleh Al-Baihaqy 2/30 dari jalan
Muhammad bin Hujr Al-Hadhromy
dari Sa’id bin ‘Abdil Jabbar bin
Wa`il dari ayahnya dari ibunya
dari Wa`il bin Hujr. Dan terdapat
beberapa kelemahan
didalamnya ; Muhammad bin Hujr
lemah haditsnya bahkan Imam
Adz-Dzhaby dalam Mizanul I’tidal
mengatakan : “Lahu manakir
(Meriwayatkan hadits-hadits
mungkar)”. Lihat juga Lisanul
Mizan, Sa’id bin ‘Abdul Jabbar di
dalam At-Taqrib disebutkan
bahwa ia adalah rawi dho’if dan
Ibu ‘Abdul Jabbar kata Ibnu
Turkumany dalam Al-Jauhar An-
Naqy : “Saya tidak tahu keadaan
dan namanya”.
Kesimpulan :
Seluruh hadits yang
menunjukkan bahwa tangan
kanan diletakkan di atas tangan
kiri pada dada adalah lemah dari
seluruh jalan-jalanya dan tidak
bisa saling menguatkan. Wallahu
A’lam.
3. Dalil ketiga, hadits Thawus bin
Kaisan secara mursal, dia
berkata :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ
يَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى
يَدِهِ الْيُسْرَى ثُمَّ يَشُدُّ
بَيْنَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي
الصَّلاَةِ
“Adalah Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa alihi wasallam beliau
meletakkan tangan kanannya di
atas tangan kirinya kemudian
mengeratkannya di atas
dadanya dan beliau dalam
keadaan sholat”.
Pembahasan Hadits :
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu
Daud di dalam kitabnya As-Sunan
no. 759 dan dalam Al-Marasil hal
85 dari jalan Abu Taubah dari
Al-Haitsam bin Humaid dari Tsaur
bin Zaid dari Sulaiman bin Musa
dari Thowus. Dan sanadnya
shohih kepada Thowus tapi
haditsnya mursal dan mursal
bagian dari hadits yang lemah.
4. Hadits ‘Ali bin Abi Tholib
tentang firman Allah :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkorbanlah”. (QS.
Al-Kautsar : 2)
Beliau berkata :
وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى
وَسَطِ سَاعِدِهِ الْيُسْرَى ثُمَّ
وَضَعَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ فِي
الصَّلاَةِ
“Beliau meletakkan tangan
kanannya di atas sa’id (setengah
jarak pertama dari pergelangan
ke siku) tangan kirinya,
kemudian meletakkan keduanya
di atas dadanya di dalam sholat”.
Atsar ini dikeluarkan oleh : Ibnu
Jarir dalam Tafsirnya : 30/326,
Al-Bukhary dalam Tarikhnya :
3/2/437 dan Al-Baihaqy : 2/30.
Pembahasan :
Berkata Ibnu Katsir dalam
Tafsirnya : “Ini diriwayatkan dari
‘Ali bin Abi Tholib tidak shohih
(lemah-pent.)”.
Berkata Ibnu Turkumany dalam
Al-Jauhar An-Naqy : “Di dalam
sanad dan matannya ada
kegoncangan”.
Berikut ini rincian lemah dan
goncangnya atsar ini :
1. Atsar ini telah diriwayatkan
pula oleh Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushonnaf 1/343, Ad-
Daraquthny 1/285, Al-Hakim
2/586, Al-Baihaqy 2/29, Al-
Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh no.
673, dan Al-Khatib dalam Mudhih
Auham Al-Jama’ wa At-Tafriq
2/340. Semuanya tidak ada yang
menyebutkan kalimat : “di atas
dada”, bahkan dalam riwayat
Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid
dengan lafazh : “di bawah
pusar”. Dan lihat Al-Jarh wat
Ta’dil 6/313.
2. Perputaran atsar ini pada
seorang rawi yang bernama
‘Ashim bin Al-‘Ujaj Al-Jahdary.
Dan dari biografinya bisa
disimpulkan bahwa ia adalah
seorang rawi yang maqbul. Baca
Mizanul I’tidal dan Lisanul Mizan.
3. ‘Ashim ini telah goncang dalam
meriwayatkan hadits ini. Kadang
dia meriwayatkan dari ‘Uqbah bin
Zhohir, kadang dari ‘Uqbah bin
Zhobyan, kadang dari ‘Uqbah bin
Shohban dan kadang dari
ayahnya dari ‘Uqbah bin
Zhobyan. Baca : ‘Ilal Ad-
Daraquthny : 4/98-99.
Maka atsar ini adalah lemah. Dan
Ibnu Katsir juga menyebutkan
dalam tafsirnya bahwa atsar ini
menyelisihi Jumhur Mufassirin,
Wallahu A’lam.
Dalil-Dalil pendapat
ketiga, keempat, dan
kelima :
Dalil-dalil ketiga pendapat ini
mungkin bisa kembali kepada
dalil-dalil yang akan disebutkan,
namun perbedaan dalam memetik
hukum, memandang dalil dan
mengkompromikannya dengan
dalil yang lain menyebabkan
terlihat persilangan dari tiga
pendapat tersebut.
Berikut ini uraian dalil-dalilnya :
1. Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu
beliau berkata :
إِنَّ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَّلاَةِ
وَضَعَ الْأَكُفِّ عَلَى الْأَكُفِّ
تَحْتَ السُّرَّةِ
“Sesungguhnya dari sunnah
dalam sholat adalah meletakkan
telapak tangan di atas telapak
tangan di bawah pusar”.
Diriwayatkan oleh Ahmad 1/110,
Abu Daud no. 756, Ibnu Abi
Syaibah 1/343/3945, Ad-
Daraquthny 1/286, Al-Maqdasy
no. 771,772 dan Ibnu ‘Abdil Barr
dalam At-Tamhid 20/77. Dan
dalam sanadnya ada rawi yang
bernama ‘Abdurrahman bin Ishak
Al-Wasity yang para ulama telah
sepakat untuk melemahkannya
sebagaimana di dalam Nashbur
Royah 1/314.
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu beliau berkata :
وَضْعُ الْكَفِّ عَلَى الْكَفِّ فِي
الصَّلاَةِ تَحْتَ السُّرَّةِ مِنَ
السُّنَّةِ
“Meletakkan telapak tangan di
atas telapak tangan di dalam
sholat di bawah pusar adalah
sunnah”.
Diriwayatkan oleh Abu Daud no.
758. Dan dalam sanadnya juga
terdapat ‘Abdurrahman bin Ishak
Al-Wasity di atas.
3. Dari Anas bin Malik radhiallahu
‘anhu, beliau berkata :
مِنْ أَخْلاَقِ النُّبُوَّةِ وَضْعُ
الْيَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ تَحْتَ
السُّرَّةِ
“Termasuk akhlak-akhlak
kenabian, meletakkan tangan
kanan di atas tangan kiri di
bawah pusar”.
Ibnu Hazm menyebutkannya
secara Mu’allaq (tanpa sanad)
dalam kitab Al-Muhalla 4/157.
Kesimpulan
pembahasan :
Dari uraian di atas, nampak jelas
bahwa seluruh hadits-hadits
yang menerangkan tentang
penempatan kedua tangan
(posisi ketika tangan kanan di
atas tangan kiri) dalam sholat
adalah hadits-hadits yang lemah.
Dengan ini bisa disimpulkan
bahwa pendapat yang kuat
dalam permasalahan ini adalah
pendapat keenam yaitu bisa
diletakkan dimana saja di dada,
di pusar, di bawah pusar atau
antara dada dan pusar. Wallahu
A’lam.]] Selesai tulisan ust.
Mustamin -hafizhahullah-
Sumber: http://al-atsariyyah.com/?p=1954
diposkan pada 11 Maret 2010

Teya Salat