Dalil-dalil yang Menujukkan Tegaknya Hujjah Khabar/Hadits Ahad dalam Masalah Hukum dan Aqidah
A. Dalam alQur'an : 1 - وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ( التوبة : 122) " Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi ' thaifah ' di antara mereka untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya"(Q.S At- Taubah :122)
al-Bukhari dalam kitab Shahihnya menjelaskan bahwa satu orang saja masuk dalam makna thaifah, sebagaimana ayat yang lain : وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا " Dan jika 2 thaifah dari kaum mukminin berperang, maka damaikanlah di antara keduanya"(Q.S al-Hujuraat : 9)
al-Bukhari menjelaskan bahwa seandainya 1 orang mukmin berperang melawan 1 orang mukmin, maka masuk pada makna thaifah di atas yang harus didamaikan berdasarkan ayat ini. Sehingga, dalam At- Taubah ayat 122 di atas Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memerintahkan kepada kaum muslimin agar tidak berangkat berperang semua kaum lelakinya (pada jihad yang fardlu kifayah), tapi hendaknya ada thaifah di antara mereka ( satu orang atau lebih) untuk memperdalam agamanya, agar bisa memberi pengajaran agama dan memberi peringatan kepada kaumnya sepulang mereka dari medan pertempuran. Syaikh al-Albaany menjelaskan bahwa tentunya yang diajarkan kepada kaumnya tidak hanya masalah hukum saja, namun juga termasuk masalah aqidah yang bahkan termasuk ilmu terpenting yang harus disampaikan.
2 - يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا..(الحجرات : 6) " Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasiq membawa kabar, maka periksalah kebenarannya terlebih dahulu dengan teliti...(Q.S al-Hujuraat:6)
Syaikh Amiin asy-Syanqithi menjelaskan dalam Adlwaa-ul Bayaan : " ayat dalam surat al- Hujuraat yang mulya ini menunjukkan 2 hal :
1. Jika seorang fasiq membawa kabar berita yang memungkinkan diketahui hakikatnya, yaitu apakah yang disampaikannya benar atau dusta, maka wajib tastabbut (dicek dulu).
2. Pendalilan yang digunakan oleh Ahlul Ushul bahwa khabar dari orang yang adil diterima... (yaitu) mafhum mukhalafahnya adalah bahwa jika yang datang membawa kabar adalah orang yang tidak fasiq, tetapi adil, maka tidak mengharuskan diteliti terlebih dahulu.
Syaikh Abdurrahman As-Sa'adi menjelaskan dalam tafsirnya : " Dalam ayat ini terkandung dalil bahwa khabar dari seorang yang jujur diterima , dari seorang yang pendusta ditolak, dan dari seorang fasiq ditahan dulu (untuk diteliti,pent).."
B. Berdasarkan Sunnah Nabi
1- عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَهْلَ الْيَمَنِ قَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا ابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا يُعَلِّمْنَا السُّنَّةَ وَالْإِسْلَامَ قَالَ فَأَخَذَ بِيَدِ أَبِي عُبَيْدَةَ فَقَالَ هَذَا أَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ " Dari Sahabat Anas bin Malik : ' Sesungguhnya penduduk Yaman menghadap Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam dan berkata : ' Utuslah seorang laki-laki bersama kami untuk mengajari kami Sunnah dan Islam'. Kemudian Nabi memegang tangan Abu Ubaidah dan menyatakan: ' Laki- laki ini adalah kepercayaan umat ini'(H.R Muslim)
Imam Asy-Syafi'i menjelaskan dalam kitabnya 'Ar-Risaalah' : "Beliau (Nabi) shollallaahu 'alaihi wasallam tidaklah mengutus seseorang dengan perintah beliau, kecuali hujjah tegak bersama orang yang diutus itu dan wajib diterima khabarnya dari Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam..."
Nampak jelas dalam hadits ini diterimanya khabar ahad dalam seluruh permasalahan Dien. Dalam hadits itu Rasul tidak mengkhususkan bahwa yang harus disampaikan adalah hanya hukum saja tanpa aqidah, tapi yang diminta adalah pengajaran Sunnah dan Islam secara keseluruhan, yang tentunya tidak luput dari pengajaran aqidah, bahkan merupakan prioritas utama. Sebagaimana ketika Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam mengutus Mu'adz bin Jabal, beliau berpesan : إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا صَلَّوْا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ " Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahlul kitab. Maka jadikanlah pertama kali yang engkau dakwahkan adalah agar mereka mentauhidkan Allah (beribadah hanya kepada Allah). Jika mereka telah mengetahui hal itu , khabarkan kepada mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan bagi mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah sholat, khabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada faqir miskinnya...(H.R al-Bukhari- Muslim) Dalam hadits ini jelas terlihat bahwa sebelum permasalahan - permasalahan hukum (syariat) : sholat dan zakat didakwahkan, masalah tauhid (aqidah) harus didahulukan dan dijadikan prioritas utama.
2-عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ (رواه البخاري و مسلم) " Dari Sahabat Malik bin al- Huwairits beliau berkata : Kami mendatangi Nabi Shollallaahu 'alaihi wasallam dalam keadaan kami masih remaja dan berumur sebaya. Kami tinggal di dekat beliau selama 20 hari 20 malam. Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang penyayang dan lembut. Ketika beliau mengira kami telah rindu pada keluarga kami, beliau bertanya apa yang kami tinggalkan setelah kami, maka kami pun mengkhabarkan kepada beliau. Beliau bersabda : ' Pulanglah kembali ke keluarga kalian, tinggallah di sana, ajarilah mereka, dan perintahkan kepada mereka, (kemudian beliau menyebutkan beberapa hal apa yang kami hafal atau tidak kami hafal), ' Dan sholatlah sebagaimana kalian melihat kami sholat. Jika telah datang waktu sholat, maka hendaklah adzan salah seorang dari kalian dan menjadi imamlah yang tertua di antara kalian' (H.R al-Bukhari- Muslim)
Hadits ini menunjukkan diterimanya khabar ahad, karena masing-masing satu Sahabat itu diperintahkan untuk pulang ke keluarga masing- masing dan mendakwahkan ilmunya di sana. Kalau ada yang bertanya, bukankah yang dipelajari dan akan didakwahkan adalah tentang masalah hukum saja yaitu masalah sholat, imam, dan adzan ?
Maka jawabannya adalah :
Imam al-Bukhari secara tegas menulis bab khusus di dalam Shahihnya di dalam kitab 'al-'Ilmu'. Beliau menamakan babnya : بَاب تَحْرِيضِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ عَلَى أَنْ يَحْفَظُوا الْإِيمَانَ وَالْعِلْمَ وَيُخْبِرُوا مَنْ وَرَاءَهُمْ وَقَالَ مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ I" Bab : Anjuran dari Nabi kepada utusan Abdul Qoys untuk menghafal (masalah) Iman dan Ilmu dan mengajarkan kepada yang di belakang mereka. Dan berkata Malik bin al-Huwairits : Nabi Shollallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: 'Pulanglah kepada keluarga kalian dan ajarilah mereka"
Imam al-Bukhari berhujjah dengan hadits Malik bin al-Harits tersebut untuk menguatkan judul babnya, sehingga yang dipelajari dan diajarkan bukan hanya tentang hukum saja tapi juga tentang iman (aqidah) dan ilmu secara umum.
3- فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ فَلَا تَرْجِعُنَّ بَعْدِي كُفَّارًا أَوْ ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ (رواه مسلم) " Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, (Perawi menyatakan : berkata Muhammad, dan saya mengira) : dan kehormatan kalian haram atas kalian sebagaimana haramnya hari ini di negeri ini di bulan ini. Dan kalian akan menjumpai Tuhan kalian dan Dia akan bertanya tentang amalan kalian, maka janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku atau menjadi sesat, kemudian saling membunuh. Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir " (H.R Muslim)
Dalam hadits ini Rasul memerintahkan kepada yang hadir dan mendengarkan khutbah itu untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir. Kata الشَّاهِدُ adalah bentuk tunggal. Sehingga, satu orang yang hadir di situ bisa menyampaikan kepada yang lain. Jadilah khabar ahad bisa diterima dan sebagai hujjah. Dalam hadits itu Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam menyebutkan tentang hukum sekaligus aqidah, yaitu : haramnya darah, harta, dan kehormatan seorang muslim bagi muslim yang lain. Kemudian secara lebih tegas belaiu mengkhabarkan bahwa kita akan berjumpa dengan Allah dan Ia akan menanyakan amalan kita, dan ini adalah aqidah.
Sahabat Nabi menerima Hadits Ahad dalam Masalah Aqidah
عن سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ قَالَ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ إِنَّ نَوْفًا الْبَكَالِيَّ يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى لَيْسَ بِمُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنَّمَا هُوَ مُوسَى آخَرُ فَقَالَ كَذَبَ عَدُوُّ اللَّهِ حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ مُوسَى النَّبِيُّ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ...(رواه البخاري و مسلم) " Dari Sa'id bin Jubair beliau berkata : Aku berkata kepada (Sahabat) Ibnu Abbas: 'Sesungguhnya Nauf al-Bukaali menyangka bahwa Musa (yang bertemu Khidr) bukanlah Musa Bani Israil tapi Musa yang lain. Ibnu Abbas berkata : 'Telah berdusta musuh Allah !'. Telah mengkhabarkan kepadaku Ubay bin Ka'ab dari Nabi shollallaahu 'alaihi wasallam :..." Nabi Musa berdiri berkhutbah kepada Bani Israil, kemudian beliau ditanya tentang siapakah manusia yang paling berilmu...(kemudian disebutkan kisah yang panjang dalam hadits tersebut tentang pertemuan Nabi Musa dengan Khidr)(H.R al- Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini terlihat jelas bahwa Sahabat Ibnu Abbas radliyallaahu 'anhu menerima khabar dari satu orang Sahabat yang lain yaitu Ubay bin Ka'ab dari Nabi shollallaahu 'alaihi wasallam tentang kisah Nabi Musa dan pertemuannya dengan Khidr, dan itu adalah permasalahan aqidah.