Tidaklah diketemukan definisi tentang terorisme dari kalangan ulama terdahulu. Hal tersebut disebabkan karena awal penggunaan terorisme dengan pengertian sekarang ini bermula dari ideologi Eropa pada masa revolusi Prancis tahun (1789-1794 M). Walaupun telah diketahui bahwa pada masa Yunani, Romawia dan abad pertama masehi telah tercatat beberapa kejadian terorisme.[1]
Dan manusia pada zaman ini berselisih dalam memberikan definisi tentang terorisme ini, padahal kalimat terorisme adalah kalimat yang paling banyak digunakan di tahun-tahun terakhir ini.
Menurut Persatuan Bangsa-bangsa (PBB), "Terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa atau menghancurkan kebebasan asasi atau melanggar kehormatan manusia." [2]
Menurut peraturan internasional, "Terorisme ialah sejumlah perbuatan yang dilarang oleh peraturan-peraturan kenegaraan pada kebanyakan negara." [3]
Dalam kesepakatan bangsa-bangsa Arab menghadapi terorisme, dikatakan bahwa "Terorisme adalah setiap perbuatan berupa aksi-aksi kekerasan atau memberi ancaman dengannya, apapun pemicu dan maksudnya. Aplikasinya terjadi pada suatu kegiatan dosa secara individu maupun kelompok, dengan target melemparkan ketakutan di tengah manusia, atau membuat mereka takut, atau memberikan bahaya pada kehidupan, kebebasan atau keamanan mereka, atau melekatkan bahaya pada suatu lingkungan, fasilitas, maupun kepemilikan (umum atau khusus), atau menduduki maupun menguasainya, atau memberikan bahaya pada salah satu sumber daya/aset negara." [4]
Demikian beberapa definisi terorisme dan masih banyak lagi definisi lain yang tidak ada keperluan untuk menyebutkannya disini. Karena kebanyakan definisi tersebut hanya memberikan batasan sesuai dengan tujuan dan kemashlahatan untuk pihak tertentu saja, sehingga kalau ada negara atau komunitas yang terzholimi membela diri mereka dengan menyerang pihak musuh yang merampas tanah dan kehormatan mereka seperti yang terjadi di Palestina, Afghanistan, Iraq dan lain-lainnya, maka hal tersebut masih tergolong terorisme dalam sebagian definisi di atas. Bahkan belakangan ini setiap muslim yang teguh menjalankan agamanya sesuai dengan tuntunan yang benar juga dianggap teroris. Sepanjang tidak ada kesepakatan dari seluruh negara tentang definisi terorisme, maka seharusnya kita tidak menoleh kepada definisi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu dalam penggunaan kalimat terorisme tersebut. Dan seharusnya kita memperhatikan definisi yang telah disebutkan oleh ulama sekarang tentang masalah ini. Majma' Al-Buhûts Al-Islâmiyah di Al-Azhar, setelah kejadian 11 September 2001, menyebutkan bahwa "Terorisme adalah membuat takut orang-orang yang aman, menghancurkan kemashlahatan, tonggak-tonggak kehidupan mereka, dan melampaui batas terhadap harta, kehormatan, kebebasan dan kemuliaan manusia dengan penuh kesewenang-wenangan dan kerusakan di muka bumi." [5]
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan syar'iy oleh Al-Majma' Al-Fiqh Al-Islâmy. Lembaga fiqih internasional ini pada tanggal 15/10/1421H bertepatan 10/1/2001 (yaitu sepuluh bulan sebelum kejadian 11 September 2001M) mengeluarkan definisi tentang terorisme, "Terorisme adalah suatu permusuhan yang ditekuni oleh individu-individu, kelompok-kelompok, atau negara-negara dengan penuh kesewenang-wenangan terhadap manusia (agama, darah, akal, harta dan kehormatannya). Dan ia mencakup berbagai bentuk pemunculan rasa takut, gangguan, ancaman dan pembunuhan tanpa haq serta apa yang berkaitan dengan bentuk-bentuk permusuhan, membuat ketakutan di jalan-jalan, membajak di jalan dan segala perbuatan kekerasan dan ancaman. Aplikasinya terjadi pada suatu kegiatan dosa secara individu maupun kelompok, dengan target melemparkan ketakutan di tengah manusia, atau membuat mereka takut dengan gangguan terhadap mereka, atau memberikan bahaya pada kehidupan, kebebasan, keamanan, atau kondisi-kondisi mereka. Dan diantara bentuk-bentuknya, melekatkan bahaya pada suatu lingkungan, fasilitas, maupun kepemilikan umum atau khusus, atau memberikan bahaya pada salah satu sumber daya/aset negara atau umum. Seluruh hal ini tergolong kerusakan di muka bumi yang dilarang oleh Allah Subhânahu wa Ta'âlâ." [6]
Dan definisi di atas adalah definisi untuk kata terorisme karena mencakup seluruh makna terorisme yang tercela dan menjelaskan secara tidak langsung kesalahan atau kekurangan yang terdapat dalam definisi-definisi yang pernah diletakkan oleh lembaga-lembaga internasional sebelum Al-Majma' Al-Fiqh Al-Islamy. Dalam sebuah khutbah jum'at yang berjudul "Al-Irhâb Bainat Tadmîr wat Tabrîr", di Mesjid Jâmi' Khalid bin Al-Walid, kota Riyadh, Syaikh Sulthôn bin 'Abdurrahmân Al-'Ied hafizhohullâh menjelaskan tentang makna terorisme. Beliau menyatakan "Sesungguhnya kalimat Al-Irhâb (terorisme) mempunyai makna dengan bentuk-bentuk yang beraneka ragam. Tercakup dalam (makna); membuat takut dan ngeri orang-orang yang aman tanpa kebenaran, melayangkan jiwa-jiwa yang tidak berdosa, menghancurkan harta-harta yang terpelihara, merusak kehormatan-kehormatan yang terjaga, memecah tongkat (persatuan) kaum muslimin, mencerai beraikan jama'ah mereka dan keluar terhadap pemimpinnya dan memanas-manasi anak muda untuk berhadapan (berseberangan) dengan negara mereka serta membenturkan mereka dengan penguasa dan ulamanya dalam berbagai front dan benturan." [7]
Dan dalam sebuah wawancara Harian "Asy-Syarq Al-Ausath" bersama Prof. DR. Syaikh Shôlih bin Ghônim As-Sadlân hafizhohullâh mengenai masalah irhâb (terorisme), beliau menerangkan tentang terorisme dengan penjelasan sangat jelas dan terang. Beliau berkata, "Bila kita hendak berbicara tentang irhâb, sudah selayaknya untuk meletakkan gambaran tentang makna irhâb. Apakah irhâb itu secara bahasa?, dan apa yang dimaksud dengannya secara istilah ?. Al-Irhâb secara bahasa adalah melakukan sesuatu yang menyebabkan kepanikan, ketakutan, membuat gelisah orang-orang yang aman, menyebabkan kegoncangan dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dan menghentikan aktivitas mereka serta menimbulkan gangguan dalam keamanan, kehidupan dan interaksi. Adapun maknanya dalam syari'at adalah segala sesuatu yang menyebabkan goncangan keamanan, pertumpahan darah, kerusakan harta atau pelampauan batas dengan berbagai bentuknya. Semua ini dinamakan irhâb. (Allah) Ta'âla berfirman, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian meng-irhâb (teror) musuh Allah dan musuh kalian". (QS. Al-Anfâl : 60). Yakni hal itu menyebabkan ketakutan pada mereka dan pengurungan keinginan mereka (yang tidak baik) terhadap kaum muslimin dan hal lainnya. Inilah maknanya secara istilah. Berangkat dari keterangan di atas tampak bagi kita bahwa Al-Irhâb kadang boleh dan kadang haram. Al-Irhâb beraneka ragam hukumnya tergantung dari maksudnya. Keberadaan kita mempersiapkan diri, menambah kekuatan, latihan senjata (militer), membuat senjata dan menyiapkan kekuatan yang membuat irhâb terhadap musuh sehingga tidak lancang terhadap kita, agama, aqidah dan individu-individu umat. Ini adalah perkara yang dituntut (diinginkan) keberadaannya pada kaum muslimin. Maka tidak pantas bagi kaum muslimin untuk dilalaikan oleh Al-Lahwu (perkara tidak bermanfaat), perhiasan dan gemerlapnya kehidupan sehingga lengah dari maksud dan sasaran musuh-musuh mereka. Bahkan wajib bagi mereka untuk memiliki kekuatan sebagaimana firman Allah, "Kamu meng-irhâb (teror) musuh Allah dan musuh kalian". (QS. Al-Anfâl : 60). Dan Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda, وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ "Saya ditolong dengan Ar-Ru'bi (timbulnya rasa takut/gentar pada musuh) selama perjalanan satu bulan". [8] Inilah Al-Irhâb yang disyari'atkan. Adapun Al-Irhâb yang terlarang adalah apa yang dikerjakan oleh pelaku (irhâb) ini dengan cara mendatangi orang-orang yang dalam keadaan aman, tentram dan lapang yang tidak mempunyai urusan dengan masalah kekuatan, peperangan dan kezholiman, lalu disergap secara tiba-tiba dengan pembunuhan, perusakan harta benda, menimbulkan berbagai macam ketakutan atau selain itu, baik dari kalangan orang kafir atau dari kalangan kaum muslimin. Diperkecualikan darinya apa yang terjadi antara negara muslim dan negara harby. Kalau negara (muslim) memerangi negara kafir dan tidak ada antara keduanya mu'âhad atau hilif (perjanjian) dan antara keduanya ada peperangan dan saling menyerang secara tiba-tiba, maka dalam keadaan ini (boleh) bagi kaum muslimin untuk melakukan apa yang dengannya bisa mengalahkan musuh mereka, dan menahan musuh dan kezholimannya, mengembalikan harta benda mereka, menjaga bumi dan kehormatan mereka dan selainnya. Semua ini dianggap perkara yang boleh. Adapun apa yang berkaitan dengan irhâb terhadap orang-orang yang aman dan lengah dari laki-laki dan perempuan kaum muslimin, orang-orang kafir dan selain mereka, maka mereka itu tidak boleh diserang secara tiba-tiba khususnya kalau antara kaum muslimin dan bangsa-bangsa (kafir) ini ada mu'âhad, hilif dan selain itu." Tersimpul dari keterangan Syaikh Shôlih bin Ghônim As-Sadlân di atas bahwa Al-Irhâb (terorisme) terbagi dua[9]: Satu : Al-Irhâb yang disyari'atkan. Yaitu keberadaan umat Islam mempersiapkan diri, menambah kekuatan, latihan senjata (militer), membuat senjata dan menyiapkan kekuatan yang membuat irhâb terhadap musuh sehingga tidak lancang terhadap mereka, agama, aqidah dan individu-individu umat. Dan terorisme dengan makna ini adalah suatu hal yang wajar menurut pandangan setiap orang yang berakal sehat dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan manusia. Dan bukanlah ini makna terorisme yang ramai dibicarakan saat ini. Karena sangat tidak layak kalau Islam dikaitkan dengan terorisme sedangkan nilai-nilai Islam yang agung nan luhur sangat bertolak belakang dengan terorisme itu sendiri. Dua : Terorisme tercela. Inilah terorisme yang telah kita uraikan tentang definisinya dan maksud pembahasan dalam tulisan ini. Namun perlu kami ingatkan disini, bahwa musuh-musuh Islam sengaja melancarkan isu-isu terorisme dan berusaha untuk mengaitkan Islam dengan terorisme secara langsung maupun tidak langsung, dan mereka mempunyai maksud dan makar yang sangat besar di belakang hal tersebut, yaitu misi menyamarkan prinsip-prinsip Islam yang agung sekaligus meruntuhkannya, menutup pintu dakwah di jalan Allah dalam rangka penyebaran Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam, memerangi Islam dan kaum muslimin dengan jalan yang jelek dan menjijikkan, dan membuat manusia takut dan lari dari ajaran Islam. Perhatikan bagaimana mereka menjelekkan syari'at jihad, dan cermati bagaimana mereka meronrong keyakinan kaum muslimin dalam hal Al-Walâ` wal Barô` (Loyalitas untuk Islam dan kaum muslimin, kebencian dan berlepas diri dari kekafiran dan penganutnya) dan mereka menyangka bahwa tuntunan-tuntunan itu adalah sumber terorisme! Demi Allah, sungguh mereka telah berdusta dalam hal ini, seluruh prinsip-prinsip Islam sangat agung dan mulia membawa kebaikan dan rahmat bagi semesta alam. Dan sangat disayangkan bahwa sebagian kaum muslimin termakan oleh makar-makar para musuh tersebut sehingga mereka menjelekkan agama mereka sendiri. Dan juga seperti biasanya, hal tersebut sangat dimanfaatkan oleh kaum munafiqin yang telah sekian lama mengintai sasaran-sasaran tepat pada kaum muslimin. Kerahkanlah seluruh makar kalian, sungguh agama Allah akan tetap jaya dan dijayakan, "Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang." (QS. Ash-Shaffât : 171-173)
[1] Al-Irhâb Ad-Duwaly karya DR. Muhammad 'Azîz Syukry hal. 21 dengan perantara kitab Haqiqutul Irhâb karya DR. Muthî'ullah Al-Harby hal. 13-14. [2] Al-Irhâb Yu`assisu Daulahkarya DR. Haitsam Al-Kailâny hal. 17 dengan perantara kitab Haqiqutul Irhâb karya DR. Muthî'ullah Al-Harby hal. 7. [3]Al-Irhâb Yu`assisu Daulahkarya DR. Haitsam Al-Kailâny hal. 51 dengan perantara kitab Haqiqutul Irhâb karya DR. Muthî'ullah Al-Harby hal. 7. [4] Bagian pertama dari kesepakatan bangsa-bangsa Arab menghadapi terorisme. Baca Al-Irhâb Fii Mîzân Asy-Syarî'ah karya DR. 'Âdil 'Abdul Jabbâr hal. 20, Al-Irhâb Mazhôhiruhu wa Asykâluhukarya Prof. DR. Muhammad Al-Husainy hal. 8 dan Haqiqutul Irhâb karya DR. Muthî'ullah Al-Harby hal. 8. [5] Bayân Majma' Al-Buhuts Al-Islamiyah fil Azhar bisya`ni zhohiratil Irhâb 1422H. [6] Qarârât Al-Majma Al-Fiqhi Al-Islâmy hal. 355-356. [7] Definisi yang disebutkan oleh Syaikh Sulthôn, beliau bahasakan dari definisi yang disebutkan oleh guru kami, Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhly hafizhohullâh dalam kitab beliau Al-Irhâb Wa Âtsâruhu 'Alal Afrôdi Wal Umam (Terorisme dan dampaknya terhadap individu dan umat) hal. 10. [8] Hadits Jâbir bin 'Abdillah radhiyallâhu 'anhumâ riwayat Al-Bukhâry no. 335, 438, Muslim no. 521, An-Nasâ`i 1/209. Dan dikeluarkan pula oleh Al-Bukhâry no. 2977, 6998, 7013, 7273, Muslim no. 523, An-Nasâ`i 6/3-4 dari Abu Hurairah radhiyallâhu 'anhu. Dan maksud dari hadits di atas adalah bahwa yang termasuk salah satu ciri khas Nabi shollallâhu 'alaihi wa 'alâ âlihi wa sallam dan umatnya adalah ditimbulkannya rasa takut/gentar pada musuh-musuhnya ketika pasukan kaum muslimin masih berada dalam jarak perjalanan satu bulan dari mereka. - pen. [9] Demikian pula dibagi dua dalam kitab Al-Irhâb wal 'Unfu wat Tatharruf Fii Mîzânisy Syar'i hal. 9 karya DR. Isma'il Luthfi dan kitab Al-Judzûr At-Târikhiyah lihaqiqatil Guluwwi wat Tatharruf wal Irhâb wal 'Unfi hal. 9-10 karya DR. 'Ali bin 'Abdul 'Azîz Asy-Syibl dan lain-lainnya.