Home || BackIslam Adalah Sunnah dan Sunnah Adalah Islam, Maka Dari Sunnah Berpegang Kepada Al Jama'ah (Bagian 2) Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang makna perkataan Al Imam Al Barbahari Rahimahullahu Ta'ala, "Bahwa Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam dan tidak akan tegak salah satunya kecuali dengan yang lain" Maka pada bagian kali ini akan dijelaskan makna kalimat selanjutnya, "Maka termasuk dari Sunnah adalah melazimi (senantiasa bersama dengan) Al Jama'ah... dan seterusnya..." - Abu Harun-
Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An Najmi [Bagian 2] Kemudian penulis rahimahullah berkata: فمن السنة لزوم الجماعة و من رغب غير الجماعة وفارقها فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه وكان ضالا مضلا. "Maka termasuk dari Sunnah adalah melazimi (senantiasa bersama dengan) Al Jama'ah. Barangsiapa yang senang kepada selain Al Jama'ah..." Yakni benci dengan Al Jama'ah dan senang kepada selainnya "...Dan berpisah darinya maka dia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya, dia sesat dan menyesatkan." Mana dalil yang menunjukkan kebenaran perkataan penulis Rahimahullah, "Maka termasuk dari Sunnah adalah melazimi (senantiasa bersama dengan) Al Jama'ah"? Penulis rahimahullah mengisyaratkan dengan perkataan tersebut bahwa barangsiapa yang berkeyakinan bolehnya memberontak kepada penguasa (pemerintah), Yang dimaksud dengan Al Jamaah yaitu Jama'ah kaum Muslimin yang berada pada satu kepemimpinan. Maka sesungguhnya apabila ia berkeyakinan bolehnya memberontak kepada pemerintah Muslim berarti dia telah dianggap memisahkan diri dari sunnah dan berarti pula telah memisahkan diri dari Jama'ah serta melepaskan ribqah (tali) Islam dari lehernya dan dia menjadi sesat lagi menyesatkan. Apakah arti ribqah (ikatan)? Yaitu tali yang mempunyai tali lain yang bercabang darinya dan pada setiap tali terdapat simpul yang digunakan untuk mengikat satu kambing dengan kambing yang lainnya. Dengan demikian, aqidah Islam dan kesatuan umat ini berkedudukan seperti tali (dalam menyatukan Muslim). Oleh karena itu barangsiapa yang menanggalkannya, yakni menanggalkan ribqah tersebut dari lehernya maka berarti dia telah menanggalkan ketaatan. Barang siapa yang menanggalkan ketaatan berarti telah memisahkan diri dari Al Jamaah dan dia menjadi orang yang sesat lagi menyesatkan. Oleh karena itu wahai hamba- hamba Allah, hendaknya kalian memahami behwa keluar dari ketaatan terhadap pemerintah Muslim, yang telah sepakat kaum Muslimin untuk membai'atnya serta taat kepadanya, baik dia itu memerintah dengan bai'at iktiyariah (pemilihan) maupun dia berkuasa dengan kediktatorannya (memberontak) sehingga seluruh penduduk tunduk kepadanya, maka pada saat itu haram untuk memberontak dan mengadakan kudeta kepada pemerintahan tersebut. Apa dalil untuk hal ini? Dalil untuk menegakkan hujjah ini sangat banyak, keduanya dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ijma para ulama dalam perkara ini. Dalil dari Al-Qur'an: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُم "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS An-Nisa : 59) Tatkala Allah Tabaroka wata'ala menggandengkan ulil amri serta mewajibkan untuk taat kepada mereka dengan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul- Nya Shallallahu'alaihi wasallam dalam perkara-perkara yang bukan maksiat, maka hal ini menunjukkan kewajiban untuk menaati mereka dan tidak diperbolehkan untuk memberontak terhadap mereka dan tidak diperbolehkan menentang mereka atau menghasut (pemberontakan) terhadap mereka. Dan di sana ada ayat-ayat lain yang masuk kepadanya aqidah (Ahlus Sunnah) ini secara tersirat, seperti firman Allah Ta'ala: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai," (QS Al Imran : 103) Dan sebagaimana firman Allah Ta'ala: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (QS Al-An'am : 132) Dalam kedua ayat ini Allah Ta'ala memerintahkan berpegangan pada tali Allah dan mengikuti jalan-Nya, dalam melarang berpecah-belah. Dia berfirman dalam ayat yang pertama, وَلا تَفَرَّقُوا "Dan janganlah kamu bercerai- berai..." dan di ayat kedua, وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِه "Dan janganlah mengikuti jalan- jalan yang lain, karena akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." Maka hal itu menunjukkan tidak bolehnya berpecah belah dan haramnya hal itu, bahkan perpecahan merupakan perkara yang tidak diperbolehkan. Sedangkan dalil dari Sunnah banyak sekali. Diantaranya hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alahi wasallam bersabda: مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا فَمَاتَ عَلَيْهِ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً "Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari pemimpinnya maka hendaknya dia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan Jama'ah sejengkal, dia akan mati seperti matinya orang jahiliyah." [HR Bukhari (21 /443 no. 6531 ) dan Muslim (9 /390 no. 3438 ) Dalam riwayat lain: فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ "Sungguh dia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya." [HR Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At- Tirmdizi] Telah diriwayatkan dalam Bukhari Muslim dari Ubadah bin Shamit Radhiallahu'anhu, dia berkata: دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ "Kami telah membai'at Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mendengarkan dan menta'ati (beliau) dalam keadaan semangat dan keadaan lemah kami, dalam keadaan sulit dan keadaan lapang kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemegangnya, dan beliau mengatakan : 'Hingga kalian melihat kekufuran yang nyata yang kalian mempunyai dalil dari Allah atasnya" [HR Bukhari no. 7056 dalam Kitab Al-Fitan bab Qaulin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : Sataruna Ba'di Umuran Tunkirunaha. Dan juga dikeluarkan dengan no. 7200 ; Muslim no. 1814 dalam Kitab Al- Imarah bab Wujubu Tha'atil Umaraa] Diriwayatkan oleh Muslim dari 'Arfaja Al-Kilabi Radhiallahu'anhu, dia berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang datang kepadamu manakala urusanmu bersatu dengan seseorang dan dia berusaha memisahkan barisanmu dan menimbulkan perpecahan. Engkau harus memukul lehernya (dengan pedang) siapapun dia. [HR Muslim] Diriwayatkan pula dari hadits Abu Said Al Khudri Radhiallahu'anhu yang semakna dengan ini. Dan dalam hadits Al- Harits Al-Asy'ari Radhiallahu'anhu yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah memerintahkan Yahya bin Zakaria lima perkara yang harus dilakukannya dan memerintahkan Bani Israil untuk melaksanakannya." Dan di bagian akhir hadits Nabi shallallahu 'alahi wasallam bersabda: "Aku perintahkan kamu lima perkara yang Allah perintahkan kepadaku; Aku perintahkan kamu: Untuk mendengar dan taat, Berpegang pada Jama'ah, berhijrah, jihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya seseorang yang meninggalkan jama'ah sejengkal telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya, kecuali dia kembali" [HR Muslim dalam kitabul Imarah bab Wujubu milazamati jamaah Muslimin inda dhuhuril fitan] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Dzarr Radhiallahu'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: مَنْ خَالَفَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ "Barangsiapa yang meninggalkan Jama'ah sejengkal dia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya." [HR Ahmad 44 /46 no. 20580 ] Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Ibnu Umar Radhiallahu'anhu yang berkata bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً "Barangsiapa meninggalkan ketaatan (kepada penguasa) tidak ada hujjah baginya ketika dia bertemu Allah pada hari kiamat, dan barangsiapa yang tidak berbaiat (kepada Amir) akan mati seperti matinya orang jahiliyah." [HR Muslim] Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiallahu'anhu, dia berkata, كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةً أَنْ يَدْرِكَنِي "Dahulu Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang kebaikan, namun aku selalu bertanya mengenai keburukan agar tidak menimpaku". قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ فِيْهِ، فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ.قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ؟ قال: نعم. قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: يَكُوْنُوْا بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِيْ، سَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ ْ Maka aku berkata, "Ya Rasulullah, kami hidup di masa jahiliyah dan kejahatan, kemudian Allah menganugerahkan kita kebaikan (Islam), apakah akan ada keburukan setelah kebaikan?" Beliau menjawab: "Ya." Aku bertanya, "Dan apakah setelah keburukan itu akan ada kebaikan?" Beliau menjawab, "Ya, namun akan ada asap." Saya bertanya: "Apakah asap itu?" Beliau menjawab, "(Akan ada) sebagian orang yang mengikuti selain sunnahku dan menunjuki orang lain dengan selain dari petunjukku. Engkau akan menyetujui sebagian perbutannya dan mengingkari sebagian lainnya." Aku bertanya: "Akankah ada keburukan setelah kebaikan itu?" Beliau menjawab: "Ya, (akan ada) penyeru- penyeru (da'i) di pintu-pintu neraka dan barangsiapa yang menjawab panggilan mereka, akan dilemparkan oleh mereka ke dalam api neraka." Aku berkata, "Ya Rasulullah, sebutkan ciri-cirinya." Rasulullah menjawab: "mereka dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita." Aku bertanya, "Apa yang Engkau perintahkan aku jika aku sampai pada waktu itu?" Beliau menjawab: "Berpeganglah pada jama'ah kaum Muslimin dan pemimpin mereka." Aku bertanya, "Bagaimana jika tidak ada imam dan peimpin kaum Muslimin?" Beliau menjawab: "Tinggalkan semua kelompok sempalan itu walaupun kau menggigit akar pohon hingga ajal mendatangimu." [Dari jalan Walid bin Muslim (dia berkata) : Menceritakan kepada kami Ibnu Jabir (dia berkata) : Menceritakan kepada kami Bisr bin Ubeidillah Al-Hadromy hanya dia pernah mendengar Abu Idris Al-Khaoulani dari Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu 'anhu [HR Bukhari 6 / 615-616 dan 13 /35 beserta Fathul Baari. Muslim 12 / 235-236 beserta Syarh Nawawi. Baghowi dalam Syarhus Sunnah 14 /14 . Dan Ibnu Majah 2979] (Sumber : Al Manhaj, kategori Dakwah, "Akan Muncul Da'i-Da'i Yang Menyeru Ke Neraka Jahannam" oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali ). Lafazh milik Bukhari] Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah berkata dalam Fathul Bari: Ada tambahan ditemukan di dalam riwayat Al- Aswad; قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِع "Dengarkan dan taati meskipun ia memukul punggungmu dan mengambil hartamu." Dan menurut riwayat lain dari Khalid Ibnu Sabi' dalam Ath- Thabrani; "Jika engkau melihat Allah mempunyai Khalifah di muka bumi maka berpeganglah kepada mereka meskipun dia memukul punggungmu dan jika tidak ada khalifah maka larilah." [HR Abu Daud, Ahmad] Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan wajibnya mendengar dan taat kepada pemerintah (ulil amri) apabila mereka masih Muslim. dan bahwasanya tidak boleh memberontak kepada imam selama dia menegakkan shalat. Tidak boleh pula keluar memberontak kecuali bagi orang yang menjumpai kekafiran yang nyata pada diri mereka (pemerintah) dan dia mempunyai hujjah dari Allah dalam hal itu. Demikian pula tidak sepantasnya bagi kaum Muslimin untuk memberontak (kepada pemerintahan yang telah kafir) kecuali jika mereka mempunyai kekuatan yang bisa mereka gunakan untuk menjatuhkan hakim (penguasa). Inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Telah sepakat Ahlul ilmi dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan mereka yang mengikuti atsar bahwasanya tidak diperbolehkan memberontak kepada wulatul umur (pemerintah) yang Muslim, baik pemerintah tersebut pemerintah yang adil atau lalim. Beberapa ulama telah menyampaikan ijma Ahlus Sunnah dalam perkara ini. Ibnu Hajar Rahimahullah berkata (dalam Al-Fath 13 /38, cetakan Muhibbuddin Al-Khatib) ketika menerangkan hadits Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiallahu'anhu, "Ibnu Battal berkata: "Terdapat hujjah untuk hal ini -maksudnya dalam hadits Hudzaifah bin Al- Yaman- bagi jamaah fuqaha dalam hal wajibnya melazimi Jamaah kaum Muslimin dan meninggalkan perbuatan khuruj (memberontak) kepada pemerintah yang bertindah lalim. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mensifati kelompok yang terahir bahwa mereka da'i- da'i yang berdiri di pintu-pintu neraka dan Rasul Shallallahu'alaihi wasallam tidak mengatakan tentang mereka, "kalian mengetahui mereka dan mengingkarinya" sebagaimana Rasululullah Shallallahu'alaihi wasallam mengatakannya tentang kelompok yang pertama, dan memamg mereka tidak seperti itu, kecuali karena mereka tidak berada di atas kebenaran. Meskipun demikian keadaannya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam memerintahkan untuk tetap melazimi Al Jama'ah. Berkata Imam Ath Thabrani, "Ulama berbeda pendapat tentang perintah dan Al Jama'ah yang dimaksud. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa perintah tersebut menunjukkan wajib dan Al Jama'ah yang di maksud adalah As Sawadul A'dham (kelompok mayoritas terbesar). Aku katakan (Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi), "Mereka yang berkata dengan sesuatu yang menyelisihi perkataan ini telah mengambil perkataan ahlul bid'ah, karena tidak ada yang pernah mengatakan bahwa diperbolehkan memberontak terhadap pemerintah yang lalim kecuali Khawarij dan Mu'tazilah. Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama'ah semuanya berpegang kepada dalil (tentang larangan memberontak) dan mereka semua percaya bahwa tidak diperbolehkan memberontak baik dengan aksi perbuatan maupun dengan ucapan (demonstasi), sebab demonstrasi dapat menyulut aksi pemberontakan fisik. Bersambung..... Insya Allah [Dari Kitab Irsyaadus Saari ila Taudhihi Syarhis Sunnah lil Imam Al Barbahari, Edisi Indonesia Penjelasan Syarhus Sunnah Imam Al Barbahari Meniti Sunnah di Tengah Badai Fitnah oleh Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi, Penerbit Maktabah Al Ghuroba, hal 51-60] http://sunniy.wordpress.com/2008/07/18/islam-adalah-sunnah-dan-sunnah-adalah-islam-maka-dari-sunnah-berpegang-kepada-jama'ah-bagian-2/