Home || Back
Islam Adalah Sunnah dan Sunnah Adalah Islam, Maka Dari Sunnah Berpegang Kepada Jama'ah (Bagian 3 TAMAT)
Lanjutan makna kalimat, "Maka termasuk dari Sunnah adalah melazimi (senantiasa bersama dengan) Al Jama'ah... dan seterusnya..."
Insya Allah pada bagian ini akan kita selesaikan point ini sampai tammat, bi idznillahi Ta'ala -Abu Harun-

Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An Najmi
[Bagian 3 TAMAT]
Dan berkata dalam Syarh Ath Thahawiyah li ibni Abil Izz Al Hanafi Ad Dimasyqi 'alal Aqidah Ath Thahawiyah, "Dan kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada pemimpin- pemimpin dan Ulim 'Amri kita meskipun mereka berbuat lalim dan kita tidak mendoakan kejelekan bagi mereka. Kita tidak melepaskan tangan dari ketaatan kepada mereka, bahkan kita memandang ketaatan kepada mereka merupakan ketaatan kepada Allah Aza wajalla sebagai kewajiban selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat. Kita mendoakan kebaikan dan ampunan bagi mereka."
Ini adalah pendapat pemilik kitab Ath Thahawiyah, kemudian pensyarah (Ibnu Abil 'Izz) membawakan dalil-dalil atas ucapan-ucapan tersebut dan berkata, "Adapun wajibnya taat kepada mereka meskipun mereka bersikap lalim, hal ini karena meninggalkan ketaatan terhadap mereka akan menimbulkan kejahatan yang lebih besar dari apa yang diakibatkan oleh kelaliman mereka. Namun demikian, bersabar terhadap kelaliman mereka dapat menghapus dosa- dosa dan akan melipatgandakan pahala. Karena Allah Tabaroka wata'ala tidak menempatkan mereka dalam kekuasaan atas diri kita kecuali karena perbuatan kita dan setiap balasan sesuai dengan amalan kita. Oleh karena itu, hal ini terletak pada diri kita untuk mengerahkan upaya sungguh- sungguh, memohon ampun, bertaubat dan mengoreksi perbuatan kita. Allah Ta'ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
"Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan- kesalahanmu)." (QS Asy-Syura : 30). Sampai di sini perkataan beliau Rahimahullahu Ta'ala.
Al-Imam Al-Hafizh Abul Qasim Ismail Ibnu Muhammad Al-Fadl At- Tamimi yang disebut "Qiwamus Sunnah" yang wafat pada tahun 535 H berkata di dalam bukunya Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah :"Bab: 'Penjelasan larangan memberontak terhadap penguasa', kemudian dia menyebutkan di dalam bab ini hadits-hadits yang menunjukkan larangan memberontak, di antaranya hadits dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu yang berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
سَيَلِيكُمْ بَعْدِى وُلاَةٌ فَيَلِيكُمُ الْبَرُّ بِبِرِّهِ وَالْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِيمَا وَافَقَ الْحَقَّ وَصَلُّوا وَرَاءَهُمْ فَإِنْ أَحْسَنُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ ».
"Kalian akan diperintah oleh pemimpin setelahku, yang baik akan memerintah kalian dengan kebaikannya, dan yang jahat akan memerintah kalian dengan kejahatannya. Dengarkan dan taati mereka dalam segala hal yang sesuai dengan kebenaran dan shalatlah di belakang mereka, jika mereka (mendirikan shalat dengan) baik dan benar, maka bagimu dan bagi mereka (pahala) namun apabila mereka (mendirikan shalat) buruk maka bagimu pahala dan dosa bagi mereka." [Diriwayatkan oleh Ad- Daruquthni dalam Sunan-nya]
Muhaqiq kitab ini menyatakan bahwa sanadnya lemah dan ia menyebutkan kelemahan hadits tersebut dari Muhaqiq kitab Al- Kanzu.
Saya (Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi) berkata: Makna hadits tersebut adalah shahih dan dikenal di dalam hadits shahih lainnya. Yang saya maksudkan adalah bahwa hadits yang dirujuk disini menunjukkan kebenaran dari lafazh hadits di atas. (Sebagian) dari lafazhnya berhubungan dengan Imam yang memimpin shalat adalah shahih dengan lafazh:
يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
"Mereka akan (mendirikan dan memimpin) shalat bersama kalian, jika mereka shalat dengan benar maka bagimu dan bagi mereka (pahala) tetapi jika mereka salah maka bagimu (pahala) shalat itu dan (kesalahan) atas mereka." [Cetakan Maktabah Islamiyah juz 2 hal. 1342 no. 8099 ] Hadits ini dinisbatkan kepada Al-Bukhari sebagaimana (catatan) dan pentahqiqan Al-Jami As-Saghir. [2 /2342]
Muhammad Mahmud Abu Ruhayyim yang mentahqiq kitab tersebut berkata di dalam catatan kaki terhadap bab yang telah disebutkan yakni dengan judul 'Bab: Penjelasan larangan memberontak kepada penguasa' "Ini adalah keyakinan para Ahlul Hadits dan tidak ada seorang pun yang menentang mereka dalam hal ini, kecuali Mu'tazilah, Khawarij dan Zaidiyyah." (2 /391)
Aku (Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi) katakan: "kelompok Zaidiyyah adalah kelompok yang berpegang dengan perkataan Mu'tazilah dalam masalah aqidah."
Dan dalam kitab Ibaanah Al- Kubra karya Ibnu Battah dalam bab: 'Penyebutan apa yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk berpegang kepada jama'ah dan peringatan keras agar berhati- hati dari perpecahan", setelah menyebutkan hadits yang berhubungan dengan perkara perintah untuk berpegang teguh kepada jama'ah dan tercelanya perpecahan, dia (Ibnu Battah) meriwayatkan dengan sanad dari Abdullah Ibnu Mas'ud Radhiallahu'anhu yang berkata,
"Sungguh akan ada perkara yang samar (mutasyabihat). Karenanya hendaklah kalian pelan-pelan, karena sesungguhnya lebih baik menjadi pengikut dalam kebaikan daripada menjadi tokoh panutan dalam kejahatan." [Ibaanah (1 /328)]
Dan dari Amr Ibnu Murrah Radhiallahu'anhu yang berkata bahwasanya Abdullah Said Radhiallahu'anhu berkata (sama dengan hadits di atas dan pada ahir hadits tersebut dia mengatakan),
"Berhati-hatilah dari akhlak yang buruk, jadikanlah wajahmu satu wajah dan dakwahmu satu dakwah. Karena sesungguhnya telah sampai kepada kami berita bahwa seseorang yang memiliki dua wajah dan dua lisan akan memiliki dua lisan yang terbuat dari api neraka" [Sebagian hadits disinggung oleh Syaikh Albani dalan Ash-Shahihah (2 /554)]
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu bahwasanya ada seorang laki- laki yang berkata kepadanya: "Tolong berilah aku nasihat!" Maka Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu berkata, "Aku nasihatkan kepadamu untuk berpegang teguh mengikuti atsar, dan berhati-hati dari memunculkan bid'ah." [Ibaanah (1 /318)]
Dan dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu'anhu ia berkata: "Sederhana di dalam Sunnah lebih baik daripada bersungguh- sungguh di dalam bid'ah."
Dari Ibnu Umar Radhiallahu'anhu, ia berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
"Setiap bid'ah adalah sesat meskipun orang menganggapnya baik." [Ibaanah (1 /339)]
Dari Mu'adz Bin Jabal Radhiallahu'anhu, ia berkata, "Berhati-hatilah terhadap bid'ah, karena setiap bid'ah adalah sesat." [Ibaanah (1 /339)]
Dari An-Nu'man bin Basyir Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
"Jama'ah adalah rahmat sedangkan perpecahan adalah adzab." [Ibaanah (1 /278 ) dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam pentahqiqannya (As-Sunah No. 93)]
Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiallahu'anhu bahwa dia berkata: "Umar memberikan khotbah di Al Jabiyyah, dia berkata:
"Wahai Manusia, saya berdiri di antara kamu sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di antara kami dan berkata:
"Saya wasiatkan kamu untuk berpegang kepada para sahabatku, kemudian yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya. Dan kedustaan akan tersebar luas sehingga ada seorang laki-laki yang berani bersumpah padahal dia tidak diminta untuk bersumpah dan ada orang akan bersaksi padahal tidak dimintakan kepadanya untuk bersaksi. Ketahuilah, tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah syaithan. Berpeganglah kepada Jama'ah dan waspadalah terhadap perpecahan, karena syaithan bersama seseorang yang sendirian dan terhadap dua orang dia lebih jauh, maka orang yang menginginkan tengah- tengahnya surga maka tetaplah berpegang kepada jama'ah. Barangsiapa yang kebaiknya membuatnya senang dan kejelekannya menjadikannya sedih, maka dia adalah seorang yang beriman (dengan sempurna)." [Dikeluarkan oleh At Tirmidzi, Imam Ahmad, Ibnu Majah, Dishahihkan oleh Imam Al Albani dalam Shahihul jami' (1 /498 ) no. 2546)
Dan dalam kitab Syi'aru Ashhabul Hadits karya Imam Abu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Ishaq yang dikenal dengan nama Abu Ahmad Al-Hakim pada bab aqidah Ashhabul hadits meriwayatkan dari Abi Raja' Qutaibah Ibnu Sa'id halaman 31 yang mengatakan, "Dan jihad bersama dengan setiap khalifah berjihad melawan setiap orang- orang kafir, bagimu jihadnya dan baginya kejelekannya sendiri. Dan jamaah itu bersama dengan setiap pemerintah yang shalih maupun yang fajir" Yakni shalat Jum'at, shalat berjama'ah dan dua shalat Id, sampai perkataan beliau, "Kami tidak mengkafirkan seseorang karena dosa-dosa besar. Dan kami tidak memberontak terhadap penguasa dengan pedang meskipun mereka lalim dan kami berlepas diri dari mereka yang meyakini bahwa diperbolehkan mengangkat pedang terhadap Muslim siapapun mereka."
Dan di sana ada suatu perkara yang wajib kita perhatikan dengan seksama, yaitu bahwa Jama'ah Ikhwan (Ikhwanul Muslimin), di antara prinsip- prinsip mereka adalah tarbiyah (pendidikan) untuk pemberontakan, sehingga jika kesempatan itu muncul mereka telah siap dan bersiap sedia untuk memberontak. Dengan demikian, apakah diperbolehkan bagi kita untuk mendukung kelompok ini dan bersama-sama dengan mereka? Jawabannya adalah tidak. Ada sebuah buku yang telah dikumpulkan oleh salah seorang dari mereka yang berada di atas manhaj mereka, ia memberinya judul 'At Thariq ila Al Jama'ah Al Muslimin' (Jalan menuju Jama'ah Ikhwanul Muslimin), lihatlah pada halaman 392 dan 393 dan anda akan menemukan bahwa mereka menegaskan pemberontakan (diperbolehkan) dan mereka telah menyuarakan dengan jelas mengenai hal ini dan menuliskannya dalam halaman tersebut.
Dan dalam kitab Ushul As Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah, dalam riwayat 'Abdus Ibnu Malik Al Athar, beliau Rahimahullah berkata pada halaman 64,
"Dan di antara pokok-pokok keyakinan (Ahlus Sunnah) adalah mendengarkan serta taat kepada imam dan amirul mukminin yang shalih maupun yang fajir, atau yang menjabat khalifah karena disepakati dan diridhai oleh manusia ataupun yang berkuasa dengan pedangnya (kudeta) sehingga dia menjadi khalifah dan digelari Amirul Mukminin. Peperangan tetap berlanjut bersama umara yang shalih maupun yang fajir sampai hari kiamat dan tidak boleh ditinggalkan. Dan pembagian harta fa'i (harta rampasan perang yang diambil tanpa melalui peperangan terlebih dahulu), menegakkan hukum had diserahklan kepada pemimpin, tetap berlanjut tidak boleh bagi seorang pun untuk mencela mereka, tidak pula membantah mereka. Menyerahkan sadaqah (zakat) kepada mereka adalah boleh dan sah. Barangsiapa yang menyerahkannya kepada mereka maka sudah dianggap sah, baik pemimpin itu shalih maupun fajir. Shalat Jum'at dibelakangnya dan di belakang orang yang dikuasakan oleh Allah Tabaroka wata'ala adalah boleh, tetap berlaku dan sempurna dua roka'at, barangsiapa yang mengulanginya maka dia adalah mubtadi' (mengadakan bid'ah), meninggalkan atsar, menyelisihi Sunnah, dan dia tidak mendapatkan keutamaan shalat Jum'at sedikitpun apabila dia memandang tidak Bolehnya shalat di belakang para pemimpin, siapapun mereka, yang shalih ataupun yang fajir. Jadi, As Sunnah mengajarkan untuk shalat bersama mereka, dua rakaat dan meyakini bahwa shalat tersebut sempurna, serta tidak boleh ada keraguan sedikitpun di dadamu. Barangsiapa yang memberontak kepada salah satu di antara pemimpin pemimpin kaum Muslimin padahal manusia telah sepakat memilih serta mengakuinya sebagai khalifah (penguasa), dengan cara apapun dia menjadi khalifah, baik dengan keridhaan maupun melalui penaklukan (kudeta), maka orang yang memberontak ini telah mematahkan tongkat persatuan kaum Muslimin dan menyelisihi atsar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan apabila dia mati maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah. Tidak halal bagi seorangpun dari kalangan manusia ini memerangi penguasa (sulthan) dan tidak pula mengadakan pemberontakan terhadap mereka. Barangsiapa yang melakukannya maka ia adalah mubtadi' (Ahlul bid'ah) tidak berada di atas Sunnah dan jalan (yang benar)."
Telah jelas dalil-dalil dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta ijma umat yang dipaparkan oleh mayoritas ulama bahwa keluar memberontak kepada wulatul umur (pemerintah) tidak boleh selagi mereka masih Muslim yang mendirikan shalat, baik mereka itu pemimpin yang shalih maupun yang fajir. Inilah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali Mu'tazilah dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam masalah keyakinan ini. Mu'tazilah dan Khawarij adalah kelompok (sesat) yang memandang bolehnya keluar memberontak kepada pemerintah membolehkan mengingkari kemungkaran dengan pedang. Wabillahit taufik.
TAMAT
[Dari Kitab Irsyaadus Saari ila Taudhihi Syarhis Sunnah lil Imam Al Barbahari, Edisi Indonesia Penjelasan Syarhus Sunnah Imam Al Barbahari Meniti Sunnah di Tengah Badai Fitnah oleh Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi, Penerbit Maktabah Al Ghuroba, hal 60-69]
http://sunniy.wordpress.com/2008/07/22/islam-adalah-sunnah-dan-sunnah-adalah-islam-maka-dari-sunnah-berpegang-kepada-jama'ah-bagian-3-tamat/
Diposkan pada 1 Juni 2009

Iklan dari Host:

80s toys - Atari. I still have